Komisioner KPU Surabaya Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Pengembangan Informasi
Alhamdulillah Jumat 17 Juni 2016, Alloh masih memberi kesempatan untuk menjalankan kewajiban seorang mukmin yaitu ibadah puasa. Menyertai puasa saya, sebagaimana muslim lainnya juga menjalankan ibadah shalat Jumat. Yang berbeda dari ceramah Jumat kali ini khotib mengajak jamaah belajar kehidupan ulat yang bermetamorfosa menjadi kupu-kupu.
Tadabbur filosofi ini membuat saya tertarik karena mungkin bagi sebagian besar orang, proses metamorfosa ini dianggap kejadian biasa bahkan sepele tetapi ternyata mengandung makna yang luar biasa. Tidak bermaksud menyamakan keagungan penciptaan manusia dengan ulat, kepompong dan kupu-kupu. Tadabbur ini mencoba menjawab pertanyaan apakah fase-fase perubahan tersebut juga berlaku pada kehidupan manusia. Tentu bukan perubahan secara fisik tetapi perubahan perilaku. Tadaabbur itu sampai pada simpulan.
Pertama, fase ulat. Pada fase ini sebagian besar hidup ulat diperuntukkan untuk membuat kerusakan bagi yang lain. Contoh ketika ulat menempel di daun, maka ulat akan merusak daun dengan cara memakannya. Begitu pula ketika menempel pada tubuh manusia, ulat akan menimbulkan rasa gatal pada kulit manusia. Betapa keberadaan ulat dimanapun dan kapanpun sepanjang masih berwujud ulat sebagian besar kehidupannya menimbulkan kerugian bagi sekitarnya.
Pada fase ini manusia dalam bahasa Al-Qur’an disebut An-Naas, adalah makhluk yang diciptakan oleh Allloh dengan struktur dan komponen yang tidak jauh berbeda dengan makhluk ciptaan yang lain yaitu hewan. Yang membedakan hanya keberadaan akal manusia yang berfungsi membedakan antara kebaikan dan keburukan. Bahkan diawal proses penciptaan, manusia sudah menimbulkan kontroversi. Malaikat yang diciptakan dengan kodrat taat dan patuh kepada Alloh sampai bertanya kepada Alloh tentang potensi kerusakan dan pertumpahan darah yang akan ditimbulkan akibat keberadaan manusia (Al-Baqarah : 30). Lebih lanjut, setelah manusia diciptakan dan diturunkan ke bumi sebagai tempat kehidupannya, terbukti nyata apa yang ditanyakan oleh malaikat. Bahwa kehadiran manusia telah menimbulkan kerusakan disetiap ruang yang mampu dijangkaunya sebagai tempat tinggal yaitu daratan dan lautan (Ar-Ruum : 41 ). Sengketa dan pertumpahan darah antar sesama, mengumbar hawa nafsu keserakahan dimana-mana. Ketimpangan sosial dan ketidak adilan terpapar setiap saat.
Kedua, fase Kepompong. Setelah sekian waktu ulat akan menjalani masa metamorfosa dan berwujud kepompong. Pada saat menjadi kepompong ini, ulat yang awalnya bebas kemudian dengan kesadaran penuh menyelimuti diri dengan diselimuti lapisan yang akan membatasi dirinya dengan dunia luar.
Pada fase ini manusia tidak lagi disebut An-Naas tetapi disebut Al-Mukmin. Pada fase ini manusia telah meleburkan diri dengan keyakinan sepenuhnya akan kebenaran tata aturan kehidupan yang telah digariskan oleh Alloh. Keyakinan yang didasari dengan kesadaran bahwa tata aturan Alloh tersebut akan membatasi berbagai kebebasan pada saat masih fase manusia. Pada fase mukmin ini, seberat apapun perintah Alloh akan berusaha dijalani karena keyakinan, sekalipun pada saat tertentu perintah ini tidak bisa dijalani karena halangan yang diperbolehkan oleh syar’i. Contoh perintah Alloh yang terasa berat adalah puasa. Puasa bagi sebagian manusia akan terasa berat, tetapi bagi seorang mukmin puasa adalah kewajiban yang harus dijalankan karena kayakinan bahwa perintah Alloh ini akan menbawa kebaikan bagi dirinya kelak klemudia hari sebagaimana dijanjikan Alloh.
Ketiga, fase Kupu-kupu. Kemudian tibalah dimana kepompong berubah menjadi kupu-kupu, perubahan wujud dan fungsi baru yang ditunggu oleh entitas kehidupan lain. Manusia menikmati keindahan warna kupu-kupu, tumbuhan menunggu untuk proses penyerbukan agar cepat menghasilkan buah. Pendek kata dalam wujud dan fase kupu-kupu, banyak manfaat yang bisa ditebar disekelilingnya.
Pada fase ini masuklah seoranag mukmin ke dalam fase muttaqin. Pada fase ini penulis tidak berani memberi perumpamaan terlebih penjelasan karena penulis merasa belum pernah memasuki fase ini, bahkan untuk sekedar memahami fase ini dari luar. Monggo yang berkenan belajar untuk memahami fase ini bersama-sama.