Berita Terkini

(MEMBACA) POLITIK ANGGARAN PILKADA

Oleh : Purnomo S. Pringgodigdo Divisi Hukum KPU Kota Surabaya Pilkada serentak hampir memasuki putaran terakhirnya di periode pertama ini pada tahun 2018 nanti. Sebagaimana diketahui, bahwa pada masa transisi sampai akhirnya diselenggarakan secara serentak di tahun 2024 penyelenggaraan pilkada dapat dibagi menjadi 2 (Dua) periode. Periode pertama, penyelenggaraan pilkada diselenggarakan pada tahun 2015, 2017 dan 2018. Kemudian untuk periode kedua, penyelenggaraan dilakukan pada tahun 2020, 2022 dan 2023. Anggaran merupakan salah satu yang patut kita cermati pada masa transisi penyelenggaraan Pilkada serentak ini. Walaupun isu ini selalu muncul di dalam penyelenggaraan Pilkada, baik di tahun 2015 ataupun 2017 akan tetapi ada satu yang belum sempat terungkap, yaitu terkait dengan politik anggaran penyelenggaraan Pilkada oleh Pemerintah Daerah. Padahal di sisi yang lain, keluhan atas besarnya anggaran yang diperlukan selalu menjadi topik yang mengemuka dalam penyelenggaraan Pilkada. Bahkan, Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri pada saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional XXVII Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) di Universitas Gajah Mada (UGM) menyatakan “Dengan segala mohon maaf, bayangan saya waktu saya menjadi menteri pertama, Pilkada Serentak 2015 itu akan hemat. Mohon maaf ternyata lebih membengkak hampir 200 persen.” Walaupun pernyataan ini pun kemudian dilanjutkan oleh Beliau dengan mengaku bahwa ukuran suksesnya kegiatan politik tidak bisa dinilai hanya dengan uang. Dari berbagai cara untuk mengukur politik anggaran penyelenggaraan pilkada, setidak – tidaknya kita perlu untuk melihat daya tahan anggaran daerah dalam membiayai penyelenggaraan Pilkada, serta besaran anggaran yang disediakan oleh daerah tersebut untuk mengakomodir hak – hak warganya, setidak – tidaknya melalui KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota yang merupakan bagian dari hak asasi manusia, dan tanggung jawab Pemerintah, dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah untuk memenuhi, sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi kita. Daya Tahan Anggaran Nama Wilayah   Realisasi Pendapatan Anggaran yang Disetujui Perbandingan Anggaran yang Disetujui dengan Realisasi Pendapatan Daerah (Milyar) (Milyar) (%) KEPULAUAN RIAU 8410,02 62,50 0,74% SUMATERA BARAT  4058,1 78,00 1,92% KALIMANTAN SELATAN 4838,95 110,00 2,27% BENGKULU 2186,62 62,24 2,85% SULAWESI TENGAH 2884,56 85,07 2,95% KALIMANTAN TENGAH 3255,69 102,20 3,14% JAMBI 3207,13 101,00 3,15% KALIMANTAN UTARA 1.444,52 92,00 6,37%   Untuk mengetahui daya tahan anggaran di suatu daerah dalam membiayai penyelenggaraan Pilkada, penting bagi kita untuk mengetahui realisasi anggaran yang dimiliki oleh daerah tersebut. Berdasarkan Kajian Ekonomi Regional Bank Indonesia Triwulan IV tahun 2015, realisasi pendapatan terkecil dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Utara sebesar 1.4 Trilyun Rupiah, yang kemudian diikuti oleh Provinsi Bengkulu, Sulawesi Tengah, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, sampai akhirnya yang paling besar adalah Kepulauan Riau dengan 8,4 Trilyun Rupiah. Besaran anggaran di atas tidak berbanding lurus dengan besaran anggaran yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan Pilkada. Menilik anggaran penyelenggaraan Pilkada di 8 (Delapan) Provinsi, kecuali Sulawesi Utara maka anggaran yang disetujui oleh pihak Pemerintah Daerah berada di besaran 62,24 – 110 Milyar Rupiah. Anggaran yang terkecil dimiliki oleh Provinsi Bengkulu, kemudian berturut – turut adalah Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Utara, Jambi, Kalimantan Tengah, sampai yang paling besar dimiliki oleh Kalimantan Selatan. Fasilitasi Pemilih Nama Wilayah DPT Anggaran yang Disetujui Anggaran per Pemilih (Milyar) (Rp) SUMATERA BARAT 3.489.743 78,00 22.351,22 KALIMANTAN SELATAN 2.848.478 110,00 38.617,11 JAMBI 2.445.305 101,00 41.303,64 SULAWESI TENGAH 1.954.123 85,07 43.534,22 BENGKULU 1.423.974 62,24 43.709,08 KEPULAUAN RIAU 1.198.925 62,50 52.130,03 KALIMANTAN TENGAH 1.955.961 102,20 52.250,53 KALIMANTAN UTARA 431.782 92,00 213.070,48   Membicarakan tentang politik anggaran Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Pilkada, tentu saja tidak dapat dilepaskan dari jumlah Pemilih, atau setidak – tidaknya Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang difasilitasi dalam Pilkada tersebut. Berdasarkan informasi yang disediakan oleh KPU RI, melalui situs data.kpu.go.id, kita dapat melihat Pemilih terkecil dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Utara dengan hampir 500 Ribu Pemilih yang terdaftar pada DPT. Jumlah ini kemudian diikuti oleh Kepulauan Riau, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, Jambi, Kalimantan Selatan, sampai dengan Provinsi Sumatera Barat dengan hampir 3,5 Juta Pemilih yang terdaftar pada DPT. Jumlah Pemilih di atas, yang kalau kita jadikan sebagai variabel pembagi terhadap jumlah anggaran yang disetujui oleh Pemerintah Daerah maka kita maka dapat melihat perbedaan yang cukup tinggi, jika dibandingkan antara Provinsi Kalimantan Utara, dengan 7 (Tujuh) Provinsi yang lainnya. Jika di Provinsi Kalimantan Utara biaya fasilitasi per-Pemilih mencapai 213.070,48 Rupiah, namun biaya fasilitasi terbesar kedua yang dilakukan oleh Provinsi Kalimantan Tengah hanya sebesar 52.250,53 Rupiah untuk per-Pemilih. Bahkan Provinsi Sumatera Barat hanya mengalokasikan 22.351,22 Rupiah per Pemilih, sampai yang merupakan biaya fasilitasi terkecil jika dibandingkan dengan ketujuh daerah yang lain. Berdasarkan paparan di atas, kita akan dapat melihat bahwa berdasarkan biaya kalkulasi antara realisasi pendapatan, yang kemudian disandingkan dengan anggaran penyelenggaraan Pilkada yang disetujui maka angka – angka di atas masih di bawah 10% dari total penerimaan pendapatan di daerah tersebut. Dari kedelapan daerah di atas, hanya Provinsi Kalimantan Utara yang menyediakan biaya penyelenggaraan Pilkadanya mencapai 6,37% dari realisasi pendapatan yang dimilikinya. Bukan hanya itu, 7 (Tujuh) dari 8 (Delapan) daerah menganggarkannya di bawah 5%, bahkan Provinsi Kepulauan Riau hanya menyetujui anggaran penyelenggaraan Pilkada sebesar 0,74% jika dibandingkan dengan total pendapatan daerah tersebut. Kemudian untuk fasilitasi Pemilih sendiri, selain fakta disparitas antara Provinsi Kalimantan Utara, dengan provinsi – provinsi lainnya maka kita akan dapat meihat bahwa besaran biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan Pilkada di mayoritas, atau 7 dari 8 daerah berada di angka 22 – 52 Ribu Rupiah. Masihkah angka – angka, setidaknya berkaca pada penyelenggaraan Pilkada tahun 2015 di atas dinilai masih terlalu besar, terutama jika dibandingkan dengan kewenangan yang dimiliki oleh Kepala Daerah  yang nantinya akan berdampak pada kehidupan warganya selama 5 (Lima) tahun ke depan ? (psp)

SINERGI BANK SYARIAH MANDIRI DENGAN SATKER INSTITUSI DALAM RANGKA PENYALURAN GAJI PNS SECARA TERPUSAT (SPAN BO II)

Hupmas, SURABAYA-PT Bank Syariah Mandiri ajak Aparatur Sipil Negara atau ASN lingkup satuan kerja vertikal kementerian/lembaga di wilayah Jawa Timur memanfaatkan produk perbankan syariah. Untuk diketahui, Bank Syariah Mandiri bersama dengan sejumlah perbankan konvensional maupun berbasis syariah ditunjuk Kemenkeu sebagai Bank Operasional Dua (BO II) untuk menyalurkan dana gaji PNS pada Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja di daerah yang tertuang dalam PMK No.11/2016. Moment tersebut langsung ditangkap oleh Bank Syariah Mandiri dengan mengadakan Gathering Satker  lintas institusi yang dihadiri lebih Satuan Kerja se-Wilayah Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik di Hotel Best Western Papilio, Jalan. Ahmad Yani no.176-178, Surabaya, Rabu (17/05/2017). Hadir mewakili KPU Surabaya, Endah Yuli Ekowati selaku Bendahara dan Ririn Febrianti selaku Staf Pengelola Keuangan Kepala Kanwil DJPBN Jatim, Ibu Wiwin, diawal gathering menjelaskan bahwa  setiap satker diberi keleluasaan dalam menentukan BO penyalur gaji. “Yang perlu diperhatikan adalah meskipun sekarang lebih leluasa dalam menentukan pilihan, namun tetap harus berkoordinasi ke KPPN, agar tidak terjadi retur SPM yang dapat menghambat masuknya dana ke rekening pegawai,”jelas Wiwin. Area Sales Manager Bank Syariah Mandiri, Luthfi Bukhari, mengatakan acara ini merupakan rangkaian dari penunjukan Bank Syariah Mandiri sebagai Bank Operasional Dua atau BO II sesuai dengan yang dipersyaratkan Kementerian Keuangan. Dimana penyaluran gaji ASN tersebut tidak hanya berfokus pada low cost fund tetapi juga untuk memperluas pembiayaan konsumer melalui produk Bank Syariah Mandiri. “Keunggulan Bank Syariah Mandiri selain sebagai pembayar payroll gaji juga ada produk pembiayaan yang lain misal: pembiayaan KPR, deposito, cicilan emas dll,”ungkap Luthfi. Terkait hasil sosialisasi hari ini, Bendahara KPU Surabaya, Endah Yuli Ekowati mengatakan bahwa  dengan adanya Bank Syariah Mandiri, seluruh satker memiliki pilihan yang lebih variatif terkait penyaluran dana yang dulu indentik melalui perbankan konvensional saja. “Namun, pada intinya Bank Syariah Mandiri tidak memaksakan untuk pindah BO karena pilihan ini ada pada pegawai masing-masing untuk menentukan BO mana yang dipilih,”jelas Endah Yuli. (cha/yul)

SHARING EVALUASI PELAKSANAAN PILWALI SURABAYA 2015 DALAM DISKUSI REBOAN

Hupmas, SURABAYA-Penyelenggaraan Pilwali Surabaya 2015 memang telah usai. Masyarakat Surabaya telah memilih Walikota dan Wakil Walikotanya untuk 5  (lima) tahun kedepan. Namun, untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilu, terutama Pilkada selanjutnya, KPU Kota Surabaya mengadakan evaluasi internal pelaksanaan Pilwali Surabaya 2015 melalui forum diskusi Reboan, (17/05/2017). Diskusi Reboan diikuti oleh Anggota KPU Surabaya Divisi Hukum, Purnomo Satriyo Pringgodigdo,  Anggota KPU Surabaya Divisi Teknis, Nurul Amalia, serta seluruh jajaran sekretariat KPU Surabaya. Bertindak sebagai fasilitator adalah Kepala Sub Bagian Program dan Data KPU Surabaya, Andam Riyanto. Diawal diskusi, Andam Riyanto menjelaskan bahwa  dalam forum ini, sudah terbagi dalam 5 (lima) tim, yaitu Tim Keuangan, Tim Program Data, Tim Hukum, Tim Logistik dan Tim Teknis. “Masing-masing tim ini nanti akan memaparkan hasil evaluasi selama penyelenggaraan Pilwali Surabaya 2015 terutama yang terkait dengan masalah anggaran, pemutakhiran daftar pemilih, pengadaan dan distribusi logistik, pencalonan serta yang terakhir adalah terkait dengan Pungra Tungra Pilwali 2015,” papar Andam. Diskusi Reboan pun berlangsung interaktif, hingga tidak terasa bergulir selama 2,5 jam. Seluruh Tim memberikan evaluasi terhadap pelaksanaan Pilwali sekaligus saran pemecahan masalahnya. Raditya Dwita Ardana dari Tim Logistik, misalnya memaparkan salah satu permasalahan yang krusial dalam Pilwali 2015 adalah tentang distribusi Surat Suara, meskipun sudah melalui proses sortir dan penghitungan, tapi ketika di lapangan masih saja terjadi kekurangan Surat Suara di beberapa Kecamatan. “Selama ini, proses distribusi Surat Suara adalah dari KPU Surabaya ke Kantor Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Apabila sudah tiba di kantor Panitia Pemilihan Kecamatan masing-masing, maka surat suara itu akan dihitung kembali untuk memastikan kelengkapan surat suara serta kerusakannya. Apabila ditemukan kerusakan atau pun kekurangan, maka PPK harus membuat berita acara penghitungan ulang dan menyampaikan kekurangannya ke KPU Kota Surabaya,” ungkap Raditya. Sementara itu, Divisi Hukum KPU Surabaya, Purnomo Satriyo Pringgodigdo, dalam  forum diskusi tersebut mengungkapkan tujuan diadakannya diskusi terkait evaluasi penyelenggaraan Pilwali Surabaya 2015 adalah untuk mendapatkan masukan agar pengaturan Pilkada berikutnya bisa lebih baik.  “Semoga ini menjadi pembelajaran bersama untuk meningkatkan kualitas demokratisasi di Surabaya di tahun-tahun berikutnya,” tutur pria asli Surabaya tersebut. (cha)

INGIN TAHU SEJARAH PEMILU, BINTANG BAGAS SAMBANGI RPP BUNG TOMO

Hupmas, SURABAYA-Siapa bilang sendiri itu tidak asyik? Sendiri itu tetap asyik bagi Bintang Bagas Rahardinto, mahasiswa Jurusan Teknik Industri, ITS Surabaya yang Senin Sore (15/05/2017) datang ke KPU Kota Surabaya untuk mengajukan permohonan prasarana yang digunakan untuk Pemilihan Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Industri ITS 2017/2018 sekaligus menyambangi RPP Bung Tomo. “Dengar ada RPP ini malah dari teman-teman jurusan Teknik Fisika yang udah datang ke sini, berarti KPU itu keren ya kalau seluruh Indonesia bisa punya RPP,” ungkap Bintang sambil mengisi buku tamu. Farid Hardianto, tour guide, yang bertugas sore itu pun kemudian mengajak mahasiswa asal Jakarta itu berkeliling RPP Bung Tomo sambil menjelaskan bahwa dalam Rumah Pintar Pemilu, pengunjung bisa melihat aktivitas dan proses pemilu dari tiap tahapan dari mulai Pemilu 1955 hingga Pilwali Surabaya 2015. Dalam Rumah Pintar Pemilu hal-hal terkait sejarah, mekanisme dan hal teknis tentang  pemilu digambarkan secara komprehensif dalam sebuat maket diorama kecil. “RPP ini buka dari hari Senin sampai Jum’at. Jangan lupa, teman-temannya diajak datang ke sini, bisa belajar sambil diskusi tentang pemilu dan demokrasi,” harap Farid. Bintang sangat mengapresiasi kerja KPU, dimana lahirnya rumah pintar pemilu telah memberikan warna tersendiri untuk mengajarkan tentang arti pentingnya Pemilu. Bintang berharap dengan adanya rumah pintar pemilu mampu mendorong masyarakat Surabaya menjadi pintar dalam berdemokrasi sehingga proses demokrasi di Surabaya ini jauh dari tendensi money politik dan terlaksana secara demokratis. “Jadi, lagi-lagi saya sebagai mahasiswa memberikan dukungan sebanyak-banyaknya kepada KPU, agar kiranya terus dapat menyelenggarakan pesta rakyat yang berjalan lancar, sukses dan  tentu saja demokratis,” pungkas Bintang. (cha)

MENELUSURI REKAM JEJAK SEJARAH PEMILU, KPU SURABAYA BERKUNJUNG KE BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR

Hupmas, SURABAYA –  Dalam upaya menyajikan pelayanan informasi yang komprehensif tentang sejarah pemilu di Surabaya khususnya terkait dengan dokumen hasil perolehan suara mulai dari pemilu tahun 1955 hingga 1999, Kasubbag Teknis dan Hupmas, Endang Sri Arti Rahayu, berkunjung ke Badan Perpustakaan dan Kearsipan  Provinsi Jawa Timur yang ditemui langsung oleh Arsiparis, Isnat Kusnanto, pada hari Selasa (16/05/2017). “Saat ini dokumen yang kami miliki adalah hasil perolehan suara mulai pemilu 2004. Sedangkan sebelum 2004  belum ada. Sehingga menjadi tanggung jawab kami untuk bisa menyajikan informasi tersebut,” jelas Endang. “Apalagi menelusuri sejarah pemilu merupakan bagian dari memperkaya khasanah. Sekaligus untuk mempelajari dan memahami identitas dan jati diri bangsa,” tutur perempuan kelahiran Surabaya ini. Dari hasil diskusi di ruang layanan diperoleh informasi bahwa sumber arsip pemilu periode 1955 dan periode Orde Baru terdapat 2 jenis. Yaitu arsip tekstual dan arsip foto. Arsip tekstual diperoleh melalui Arsip Kantor Pembantu Gubernur Wilayah VI Pamekasan, Inventaris Arsip Kantor Wilayah Departemen Penerangan Provinsi Jawa Timur, Arsip Sekretariat DPRD Provinsi Jawa Timur, Arsip Direktorat Sosial Politik Provinsi Jawa Timur, dan Arsip DPW Ulama Jawa Timur. Sedangkan arsip foto pemilu diperoleh dari Arsip Foto Positif Humas dan Protokol Provinsi Jawa Timur, Arsip Foto Negatif Dinas Kominfo Provinsi Jawa Timur, dan Arsip Foto Negatif Kanwil Deppen Provinsi Jawa Timur. “Arsip tekstual kami memang sangat terbatas untuk pemilu. Yang ada di kami adalah hasil perolehan suara 1955 – 1997 secara global bukan wilayah,” jelas Isnat.  “Khusus di Surabaya kami lebih banyak memiliki foto-foto sejarah sebelum pemilu seperti keadaan situasi kampanye dan keamanan,” papar pria kelahiran Magelang ini. Menindaklanjuti hasil kunjungan dari kantor yang berlokasi di Jl. Jagir Wonokromo tersebut, KPU Surabaya akan segera berkoordinasi dengan Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya dan Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya untuk menggali lebih dalam jejak sejarah pemilu.  

RAPAT PLENO KPU SURABAYA, MATANGKAN ROAD MAP KELAS PEMILU

Hupmas, SURABAYA-KPU Surabaya akan segera memiliki program baru berupa perekrutan peserta kelas Pemilu. Program tersebut merupakan salah satu bentuk fasilitasi pendidikan pemilih sekaligus untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat Surabaya untuk menghadapi Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2018 serta Pileg Pilpres Tahun 2019. Pembahasan tentang Kelas Pemilu, menjadi agenda penting yang dibahas dalam Rapat Pleno KPU Kota Surabaya, Selasa (16/05/2017). Diawal Rapat Pleno, Divisi Umum, Keuangan dan Logistik, Miftakhul Gufron, menjelaskan, ide pembentukan Kelas Pemilu ini sendiri merupakan hasil dari audiensi yang dilakukan oleh KPU Kota Surabaya dengan UPT Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Wilayah Kota Surabaya serta pengurus Karang Taruna Kota Surabaya beberapa waktu lalu. “Perlu dibahas lebih matang tentang program Kelas Pemilu ini, dengan membuat semacam “kurikulum” Kelas Pemilu yang meliputi pola ajar yang akan digunakan, syarat peserta Kelas Pemilu apa saja, materi yang akan disajikan dan juga kuota peserta. Oleh karena itu menjadi penting bagi KPU Surabaya untuk belajar ke KPU Kabupaten/Kota lain yang telah melaksanakan Kelas Pemilu,”ungkap Gufron. “Ada beberapa materi yang mungkin bisa disampaikan dalam Kelas Pemilu seperti, arti penting pemilu, kriteria pemilih dalam pemilu, hingga bagaimana menjadi pemilih yang cerdas, serta pendistribusian logistik, dan bisa jadi dengan mengadaptasi pola ajar ala BRIDGE (Building Resources in Democracy, Governance and Elections) di mana peserta diajak bermain peran, berdiskusi, praktek pemilihan umum dan sedikit teori, akan meminimalisir tingkat kejenuhan para peserta,” pungkasnya