Berita Terkini

INOVASI ADMINISTRASI NEGARA DALAM IMPLEMENTASI UU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK*

Oleh: Nurita Paramita (Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Surabaya) Inovasi, sebuah kata dari bahasa latin ”innovates” yang berarti memperbaharui (to renew). Sehingga, inovasi dapat diartikan sebagai proses pembaharuan sesuatu yang sudah ada, bukan memperkenalkan sesuatu yang baru. Mengapa inovasi menjadi penting bagi sebuah negara? Ternyata, berdasarkan evaluasi Bank Dunia terhadap 150 negara (1995), inovasi dan kreativitas menentukan 45 persen keuanggulan suatu negara. Prosentasi inovasi dan kreativitas jauh berada di atas sumber daya alam (10 persen), teknologi (20 persen), dan jaringan (25 persen). Berdasarkan Global Innovativeness Index Rangkings (2015), indeks inovasi Indonesia hanya berada di posisi 97. Peringkat ini jauh dari posisi Singapura (peringkat 7), Malaysia (posisi 32), Vietnam (perigkat 52), dan Srilanka (peringkat 85) Sementara itu, berdasarkan Worldwide Governance Indicators (2013), efektifitas pemerintahan di Indonesia memperoleh 44 poin. Jauh di bawah Singapura (100) dan Malaysia (80). Efektivitas pemerintahan tersebut diukur dari kualitas pelayanan publik, kualitas aparatur sipil negara, independensi dari tekanan politik, kualitas formula kebijakan dan implementasinya, serta kredibiltas dari komitmen pemerintah terhadap kebijakan tersebut. Untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang efektifa dan efisien dibutuhkan inovasi administrasi publik. Oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN), inovasi administrasi negara diartikan sebagai proses memikirkan dan mengimplementasikan suatu gagasan yang memiliki unsur kebaruan dan kemanfaatan. Terdapat lima kriteria inovasi. Pertama, ada tidaknya kebaruan dalam proses perubahan. Kedua, ada tidaknya kemanfaatan dari inisiasi perubahan. Ketiga, ada tidaknya inisiasi perubahan memberikan solusi, Keempat, harus berkesinambungan dan dapat direplikasi. Kelima, memiliki kompatibilitas dengan sistem di luar dirinya. Keterbukaan Informasi Publik Setidaknya terdapat lima dasar hukum yang mengatur keterbukaan informasi dalam lingkup KPU. Pertama, UU No. 14 tahun 2008 tentang Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. Kedua, UU No. 25 tahun 2009 tentang UU Pelayanan Publik. Ketiga, UU No. 43 tahun 2009 tentang kearsipan. Keempat, Peraturan Komisi Informasi No. 1 tahun 2010 tentang Layanan Informasi Publik. Kelima, Peraturan KPU No. 1 tahun 2015 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik. Terjadi perubahan paradigma mengenai keterbukaan informasi publik pada masa sebelum UU KIP dan sesudahnya. Dulu, semua informasi tertutup, kecuali yang diizinkan terbuka. Setelah UU KIP terbit, semua informasi publik bersifat terbuka. Hanya informasi yang dikecualikan saja yang tidak boleh diakses publik. Setelah terbitnya UU KIP, dalam sebuah organisasi atau instansi pemerintah, keterbukaan informasi dikelola oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). PPID ini bertanggung jawab dalam hal penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan pelayanan informasi publik. Terdapat lima klasifikasi informasi publik. Pertama, informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta. Kedua, informasi publik yang wajib tersedia setiap saat. Ketiga, informasi publik lain yang disediakan atas dasar permintaan. Keempat, informasi publik yang dikecualikan. Untuk memberikan pelayanan yang prima terhadap pemohon informasi, PPID harus menyusun maklumat pelayanan informasi publik. Maklumat pelayanan informasi publik adalah pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan informasi publik. Maklumat ini wajib keberadaannya karena diperintahkan oleh UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Maklumat pelayanan informasi publik setidaknya berisi tentang rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan informasi publik. Maklumat pelayanan informasi publik juga berisi pernyataan kesanggupan penyelenggara dalam melaksanakan pelayanan informasi publik sesuai dengan standar pelayanan informasi publik. Di KPU Kota Surabaya sendiri, maklumat pelayan publik mengikuti maklumat pelayanan informasi publik. yang telah disusun oleh PPID KPU Republik Indonesia. Nah, bagaimana melakukan inovasi dalam implementasi UU KIP? Selama ini yang terbayangkan di benak kita, inovasi itu sulit dan mahal. Seringkali kita juga tidak memiliki ide dan tidak tahu bagaimana melakukan inovasi. Terdapat tiga trik inovasi yang selama ini dikenal. ATM: Amati, Tiru, Modifikasi. Inovasi dalam implementasi KIP, dapat dimulai dari dimensi tanggung jawab PPID, yaitu penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan pelayanan informasi publik. Inovasi juga dapat dimulai dari pengelolaan informasi yang didasarkan pada cara perolehannya, yaitu informasi publik yang diperoleh tanpa dasar permintaan dan informasi publik yang diperoleh berdasarkan permintaan. Bagaimana cara menggali ide inovasi? Pertama, Innovation Shopping. Kita dapat memperoleh ide-ide untuk melakukan inovasi dengan mengamati inovasi yang sudah berhasil sebelumnya. Inovasi tersebut dapat dilihat di Top 99 Inovasi Pelayanan (Kemenpan RB), Proyek Perubahan Diklat PIM I-IV, dan best practices dari instansi lain yang telah berhasil melakukan inovasi. Kedua, morphology analysis. Tujuannya untuk menghasilkan situasi baru, ide baru, konsep baru, kebaruan dalam hal apapun melalui perubahan situasi, ide, dan konsep, atau mencampuradukkan diantara mereka menjadi varian yang baru. Sebagai contoh adalah bagaimana ide untuk melakukan bimbingan teknis bagi penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan dan kelurahan yang efektif. Kita dapat mengidentifikasikan terlebih dahulu dimensi-dimensi dari bimbingan teknis. Kemudian, membuat komposisi dengan mengkombinasikan varian pada setiap dimensi (acak atau purposive). Ketiga, template. Kita dapat meniru model inovasi yang telah dilaksanakan oleh instansi lain. Inovasi dengan model template ini dapat dilakukan dengan menambahkan kata tertentuyang secara semantik dapat memberikan nilai tambah. Misalnya, KPU Surabaya memberikan pelayanan di TPS yang responsif disabilitas. Keempat, masalah + template. Langkah pertama adalah tentukan obyek yang ingin diinovasi. Kedua, identifikasikan masalah yang dihadapi. Ketiga, pilih templete  tertentu. Jika tidak cocok, abaikan dan pilih template yang lain. Jika cocok, coba lagi dengan template selanjutnya. Misalnya, sosialisasi pemilu dinilai konvensional. Maka masalah + templete misalnya, sosialisasi berbasis IT, sosialisasi partisipatif, sosialisasi kreatif, dan sebaginya. Kelima, benchmarking. Metode ini dilakukan dengan membandingkan kinerja unit/bagian/organisasi dengan kegiatan serupa di unit/bagian/organisasi lain. Setelah melakukan berbagai inovasi maka selanjutnya yang kita hadapi adalah tantangan ke depan dalam melaksanakan tata kelola pemerintahan yang efektif. Tantangan tersebut adalah first class service dan Information and Communication Technologies (ICT). Oleh karena itu, inovasi-inovasi harus terus dikembangkan untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat di era teknologi informasi dan komunikasi yang terus berkembang.   *Disampaikan dalam Forum Diskusi Reboan pada 12 Oktober 2016 dan merupakan materi yang diterima dalam Diklat Manajemen Informasi Publik di Balai Pelatihan dan Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (BPPTIK)

BNN SURABAYA JAJAKI MOU DENGAN KPU SURABAYA

Hupmas, KPU SURABAYA– KPU Surabaya mendapat kunjungan dari BNN Kota Surabaya Selasa (18/10/2016). Kunjungan ini merupakan tindak lanjut atas Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) yang telah ditandatangani oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Budi Waseso dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro di Jakarta, Senin (3/10/2016). Kepala BNN Kota Surabaya, AKBP Suparti, mengemukakan, tujuan MoU ini adalah untuk menyeleksi secara ketat sejak dini untuk memastikan calon kepala daerah dan bahkan mungkin kedepannya calon wakil rakyat, bersih dari penyalahgunaan narkotika. ”Sehingga penting bagi BNN Kota Surabaya untuk menindaklanjuti MoU tersebut dengan menggandeng KPU Kota Surabaya untuk melakukan hal yang sama ” ungkap AKBP Suparti. Partisipasi BNN dalam pemeriksaan narkotika kepada pasangan calon merupakan salah satu bentuk implementasi dari amanah Undang-Undang (UU) No.10 Tahun 2016 tentang  perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Dokter Singgih yang turut mendampingi Kepala BNN Kota Surabaya  menambahkan, dengan tes narkotika bagi calon pemimpin yang ikut dalam pemilihan kepala daerah, diharapkan dapat memberikan informasi kualitas calon pemimpin yang sehat dan bersih dari penyalahgunaan narkotika. “Narkoba itu benar-benar musuh utama bangsa sekarang ini. Pecandu narkoba itu tidak bisa sembuh tapi hanya bisa dipulihkan karena narkoba itu sifatnya menggerus otak yang mengkonsumsi,” ungkap dokter Singgih. Ketua KPU Surabaya, Robiyan Arifin, pada kesempatan tersebut menyambut baik kerjasama yang ditawarkan oleh pihak BNN Kota Surabaya. Mengingat kedepannya calon pemimpin, calon anggota legislatif bahkan badan penyelenggara ad hoc seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) diharapkan benar-benar bebas dari penyalahgunaan narkotika. Perekrutan Badan Ad Hock seperti PPK misalnya. Kedepannya diharapkan ada test urine untuk mengetahui bahwa calon penyelenggara pemilu benar-benar bebas dari penyalahgunaan Narkoba. ”Untuk awal kerjasama mungkin kami bisa minta difasilitasi test urine di internal KPU Surabaya dahulu. Kami ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa kami menjadi penyelenggara Pemilu yang bersih dari narkoba” ungkap Robiyan. AKBP Suparti menyambut baik ide yang dikemukakan oleh Ketua KPU Surabaya tersebut. “ Ide ini sangat bagus, karena bisa membuat KPU Surabaya lebih terpercaya di mata masyarakat dan KPU Surabaya dianggap serius dalam ikut andil pencegahan Narkoba,” pungkas AKBP Suparti.

PLENO RUTIN BAHAS PERSIAPAN RAPAT KPU JATIM DAN PENDIDIKAN PEMILIH

Hupmas, KPU SURABAYA- Tindak lanjut terhadap surat undangan KPU Provinsi Jawa Timur Nomor: 19/UND/X/2016 dalam rangka pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan tahun 2016 dan penghapusan/pelelangan logistik ex Pilkada 2013 dan Pemilu 2014 dibahas dalam rapat pleno rutin KPU Surabaya Senin (17/10/2016). Kegiatan KPU Jawa Timur yang dilaksanakan pada 19-20 Oktober 2016 tersebut akan dihadiri oleh Ketua, Divisi yang membidangi, dan Sekretaris. Ketua KPU Surabaya, Robiyan Arifin, meminta agar jajaran sekretariat menyiapkan data yang dibutuhkan terkait undangan tersebut. ”Mohon para kasubbag yang membidangi agar segera menyiapkan data yang dibutuhkan,” ujar Robiyan. Kemudian, Sekretaris KPU Surabaya, Sunarno Aristono memaparkan rencana kunjungan Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Surabaya pada Selasa (18/10/2016). ”BNN Kota Surabaya menindaklanjuti MoU yang dilakukan BNN RI dan KPU RI,” ungkap Aristono. Selanjutnya, Komisioner Divisi SDM dan Partisipasi Masyarakat, Nur Syamsi, melaporkan hasil kunjungan ke Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Morokrembangan terkait pendidikan pemilih. “Untuk efektifitas sosialisasi, karena di BKM Morokrembangan banyak masyarakat berlalu lalang, mereka meminta KPU Surabaya untuk menempel poster atau banner mengenai himbauan memilih,” ucap Nur Syamsi. Selanjutnya, Nur Syamsi memaparkan rencana pendidikan pemilih untuk minggu ini. Pada kamis (20/10/2016), terdapat dua agenda pendidikan pemilih. ”Di pagi hari, kita melaksanakan monitoring kegiatan Pemilos di SMKN 6. Pada malam harinya, kita mengunjungi LKMK Ketintang untuk melaksanakan pendidikan pemilih,” jelas Nur Syamsi.

PERAN STRATEGIS STAKEHOLDERS DALAM PEMILU “SOSIAL CAPITAL TOKOH MASYARAKAT DALAM PUSARAN PEMILU”

Oleh: Nur Syamsi, S. Pd Komisioner KPU Surabaya Divisi SDM dan Partisipasi Masyarakat   “Kesamaan kebutuhan akan pelayanan publik dari para pimpinan yang lahir dari proses pemilu inilah yang didorong bersama-sama oleh KPU bersama tokoh masyarakat dengan sosial capital yang dimiliki, untuk mampu memunculkan partisipasi, Resiprocity, Trust,  norma sosial, dan nilai-nilai, akan memunculkan tindakan proaktif masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya”.   Sosial Capital  Sosial kapital adalah sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. laurence prusak dan Don Cohen (2001) dalam buku How To Invest In Social Capital memberikan pengertian bahwa “modal sosial/sosial capital adalah stok dan hubungan yang aktif antar masyarakat. Setiap pola hubungan yang terjadi diikat oleh kepercayaan, saling pengertian, dan nilai-nilai bersama yang mengikat anggota kelompok masyarakat untuk membuat kemungkinan aksi bersama yang dapat dilakukan secara efesien dan efektif”. Sedangkan menurut Definisi Francis Fukuyama (1995) dalam https://halimsani.wordpress.com/kapital Sosial Dalam Pembangunan Masyarakat, mengatakan “Kapital Sosial menunjuk pada kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya…” James Colemen dalam kuliahsosiologi.blogspot.com/2011/05/james–coleman–sosial–capital.html, memberikan catatan bahwa sosial kapital akan menimbulkan dampak yang memungkinan sebuah tindakan bersama berlangsung efektif-efesien apabila di dalam kelompok tersebut terdapat pola. Pertama partisipasi: salah satu kunci keberhasilan membangun sosial kapital terletak pada kemampuan sekelompok orang dalam melibatkan diri yang dilakukan atas prinsip kesukarelaan. Kedua Resiprocity: adanya kecenderungan saling tukar kebaikan antar anggota kelompok atau masyarakat.  Ketiga Trust : adanya untuk mengambil resiko dalam hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan bahwa yang lain akan senantiasa bertindak dalam pola hubungan yang saling mendukung. Keempat norma sosial, norma sosial berperan untuk mengotrol bentuk perilaku yang tumbuh dimasyarakat. Kelima nilai-nilai: adanya suatu ide atau gagasan yang telah turun temurun dan dianggap benar di tengah masyarakat. Ke enam tindakan proaktif : adanya keinginan untuk mencari jalan atas keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan masyarakat. Sehingga sosial kapital bisa dimaknai sebagai interaksi sosial seseorang yang bersifat parsipatif mutualisme, saling melibatkan diri dan memiliki terhadap suatu kegiatan ditengah masyarakat, yang berakibat pada munculnya kepercayaan masyarakat terhadap kapabilitas seseorang tentang nilai-nilai yang disandarkan pada norma-norma yang berlaku. Sebagian  besar orang menganggap bahwa sosial kapital tidak bisa muncul dengan tiba-tiba apalagi ditukar dengan kapital ekonomi,  tetapi harus dengan proses yang panjang dan dijaga dari waktu-ke waktu. Sandaran berbagai gagasan dan nilai terhadap norma-norma menjadi sangat penting, karena masyarakat akan melihat nilai-nilai yang kita tawarkan, perilaku yang kita kerjakan berdasarkan norma yang disepakati dan berkembang di tengah masyarakat.  Kapitalisasi nilai-nilai dari waktu ke waktu ini dikemudian hari akan mampu menggerakkan kesukarelaan masyarakat untuk mendukung gagasan yang ditawarkan.   Tokoh Masyarakat Tokoh masyarakat Menurut UU Nomor 8 Tahun 1987 pasal 1 ayat 6 Tentang Protokol bahwa tokoh masyarakat adalah seseorang yang karena kedudukan sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan/atau Pemerintah. Sedang pengertian tokoh masyarakat menurut UU Nomor 2 Tahun 2002 pasal 39 ayat 2 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia) bahwa bahwa tokoh masyarakat ialah pimpinan informal masyarakat yang telah terbukti menaruh perhatian terhadap kepolisian. Menurut Musni Umar https://musniumar.wordpress.com dalam artikel Tanggung Jawab Pemimpin dan Tokoh Masyarakat terhadap Rakyat dan Pembangunan, memberikan ciri-ciri seseorang disebut biasanya ditokohkan di masyarakat. Pertama, Kiprahnya di masyarakat sehingga yang bersangkutan ditokohkan oleh masyarakat yang berada dilingkungannya secara non formal. Tokoh seperti ini biasanya lahir dari kegiatan kemasyarakatan baik yang bergerak sosial-keagamaan maupun sosial-kemasyarakat. Kedua, memiliki kedudukan formal di pemerintahan seperti Lurah/Wakil Lurah, Camat/Wakil Camat, Walikota/Wakil Walikota, Gubernur/Wakil Gubernur dan lain-lain. Karena memiliki kedudukan, maka sering blusukan dan bersama masyarakat yang dipimpinnya. Ketiga, mempunyai ilmu yang tinggi dalam bidang tertentu atau dalam berbagai bidang, Karena kepakarannya, maka yang bersangkutan diberi kedudukan dan penghormatan yang tinggi.  Keempat, ketua partai politik yang dekat masyarakat dan menyediakan waktu untuk berinteraksi dengan masyarakat, suku menolong masyarakat diminta atau tidak.  Kelima, usahawan/pengusaha yang rendah hati, dan peduli kepada masyarakat.   Pola Hubungan Sosial Capital, Tokoh Masyarakat, dan Pemilu PEMILU merupakan panggung pertarungan politik peserta pemilu untuk meraih kekuasaan. Sebagai sebuah arena pertarungan, tentu segala sumber daya politik yang dimiliki oleh peserta pemilu akan dikerahkan untuk mengkapitalisasi suara masyarakat.  Dalam konsepsi politik, optimalisasi  sumber daya politik untuk memenangkan, mendapatkan, mempertahankan, atau memperluas kekuasaan menjadi kunci sebuah keberhasilan kerja-kerja politik. Kerja-kerja politik yang memakan waktu dan energi tidak sedikit, ahirnya menjadi tidak bermakna, ketika mereka mengetahui hasil pemilu yang tidak sesuai dengan kalkulasi politiknya. Teori modal Piere Felix Bourdieu dalam https://sosiologifisib.wordpress.com, membagi modal/sumber daya politik menjadi empat yaitu modal ekonomi, modal sosial/sosial capital, modal kultural, dan modal simbolik. Berawal dari teori ini, penulis hendak mencari pola hubungan sosial capital, tokoh masyarakat dan kesuksesan penyelenggaraan pemilu dilihat dari perspektif partisipasi masyarakat. Sekalipun senyatanya sosial capital bukan satu-satunya modal yang mampu mengerakkan pemilih untuk berpartisipasi dalam memilih calon yang diinginkan. Tetapi ditengah masyarakat transisional antara paternalis-rasionalis, sosial capital memegang peranan yang tidak kecil dalam memobilisasi massa. Modal sosial merupakan jaringan hubungan sebagai sumber daya untuk penentuan kedudukan sosial. Modal sosial ini biasanya dimiliki oleh para tokoh masyarakat masyarakat. Dengan rekam jejak yang selama ini mereka jalani, masyarakat akan dengan mudah menaruh kepercayaan terhadap ajakan para tokoh untuk mengikuti secara suka rela atas pilihan politik para tokoh tersebut.  Terbangunnya unsur-unsur sosial capital berupa partisipasi, Resiprocity, Trust,  norma sosial, dan nilai-nilai, akan memunculkan tindakan proaktif dalam lingkaran sosial kelompok masyarakat tertentu untuk mencari jalan atas keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan kelompok. Keberadaan partai politik dengan basis ideologis baik yang ideologis relegius maupun idelogis kebangsaan adalah sebuah realita bahwa modal sosial para tokoh adalah magnet yang tidak bisa dipisahkan dalam proses mobilisasi massa untuk mengikuti ide dan gagasan para tokoh. Keberadaan tokoh masyarakat dengan berbagai katagorinya di hampir setiap kampanye partai atau kampanye calon menunjukkan bahwa sosial capital yang mereka miliki dirasa mampu menjadi pintu masuk untuk menyampaikan gagasan dan ajakan menyamakan visi-misi dan pilihan politik masyarakat. Kesadaran akan pentingnya sosial capital dalam perspektif kekuasaan yang semakin tinggi, tidak jarang sosial capital tokoh masyarakat kemudian dimanfaatkan secara instan. Partai politik sebagai tempat lahirnya calon-calon penguasa, banyak menjadikan tokoh masyarakat sebagai calon yang  diusung dengan menegasikan kerja-kerja politik para kader. Karena berdasarkan kalkulasi politik, sosial kapital yang dimiliki kader tidak akan mampu meraih tujuan politik partai. Dinamika politik kekinian baik lokal maupun nasional menunjukkan, semakin tinggi sosial kapital para tokoh yang diusung oleh partai politik akan memudahkan partai politik dalam mengkonstruksi ber-kelindan-nya berbagai sumber daya politik yang telah dimiliki sebelumnya. Dengan demikian kekuatan mobilisasi massa untuk menggunakan hak politiknya akan semakin kuat yang akan berdampak pada raihan suara yang diharapkan. Kekinian, Kesadaran akan pentingnya optimalisasi sosial capital para tokoh masyarakat   juga berkembang dalam konteks penyelenggaraan pemilu. Sekalipun dalam perspektif yang berbeda, Lembaga penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU dengan azaz netralitasnya telah memandang bahwa dengan sosial capital yang para tokoh masyarakat disemua lini dan tingkatan juga bisa dioptimalisasi dalam rangka mengajak dan mendorong pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Para tokoh terlibat memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa segala tatanan kehidupan (mulai dari  pembangunan fisik, kehidupan beragama, peningkatan sumber SDM sampai dengan harga dasar kebutuhan pokok rumah tangga),  akan bersinggungan dengan kebijakan-kebijakan yang akan dihasilkan dari para pimpinan yang lahir dari proses pemilu. Kesamaan kebutuhan akan pelayanan publik dari para pimpinan yang lahir dari proses pemilu inilah yang didorong bersama-sama oleh KPU bersama tokoh masyarakat dengan sosial capital yang dimiliki, untuk mampu memunculkan partisipasi, Resiprocity, Trust,  norma sosial, dan nilai-nilai, akan memunculkan tindakan proaktif masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Betapa kemudian optimalisasi sosial capital yang dimiliki oleh para tokoh masyarakat manyumbang peran yang sangat besar dalam menggerakkan partisipasi masyarakat baik untuk suksesnya pemilu baik dalam perspektif kekuasaan maupun penyelenggaraan.

KETUA KPU SURABAYA BERIKAN MATERI HUKUM PEMILU DI UNIVERSITAS TRUNOJOYO

Hupmas, KPU SURABAYA- KPU Surabaya mendapat kehormatan untuk menjadi pembicara dalam kuliah umum hukum pemilu dari Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura. Ketua KPU Surabaya, Robiyan Arifin, bertindak sebagai pembicara pada kuliah umum yang dilaksanakan pada Rabu (12/10/2016) tersebut. Dalam paparannya, Robiyan menjelaskan mengenai hukum pemilu di Indonesia. Pria asli Situbondo tersebut menjelaskan tentang lembaga-lembaga dalam penyelenggaraan pemilu yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP.  Setiap lembaga tersebut punya tupoksi masing-masing. KPU sebagai penyelenggara Pemilu, Bawaslu sebagai pengawas penyelenggaraan pemilu, dan DKPP bertugas dalam penyelesaian pelanggaran terkait kode etik. Pemilu merupakan salah satu sarana demokrasi, yang merupakan perwujudan tatanan kehidupan negara dan masyarakat yang berkedaulatan rakyat, pemerintah dari, oleh dan untuk rakyat. Melalui pemilu, setidaknya dicapai tiga hal: pertama; lewat pemilu kita memenuhi hak politik rakyat, kedua; melalui pemilu kita berharap terjadinya proses rekrutmen politik secara adil dan beradab. Ketiga; dari pemilu yang dilakukan secara periodik, akan ada pola pergiliran kekuasaan secara damai. Robiyan juga memaparkan sistem tiap-tiap pemilu. Pemilu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota menggunakan sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak, pemilu DPD menggunakan sistem distrik berwakil banyak dengan suara terbanyak dan dipilih empat senator untuk tiap provinsi. Sementara, pemilu presiden dan wakil presiden menggunakan sistem distrik dengan suara terbanyak. Namun, Robiyan menegaskan bahwa sistem Pemilu ditentukan oleh DPR bersama Pemerintah. ”KPU hanya mengatur ketentuan pemilu secara teknis saja,” ucap magister ilmu hukum Universitas Bhayangkara tersebut. Sementara itu, Dimas Dyonata, salah satu mahasiswa yang mengikuti kuliah tamu, mengungkapkan apresiasi dan terima kasihnya kepada KPU Surabaya. ”Bagi saya, kuliah umum yang diberikan oleh Ketua KPU surabaya bukan hanya sekedar pemaparan materi tentang hukum pemilu saja,tetapi juga sebagai suatu bentuk edukasi terhadap kaum muda untuk lebih melek terhadap demokrasi sehingga dapat menciptakan kaum muda yang kritis dan berintegritas terhadap demokrasi di indonesia,” kata Dimas.