Berita Terkini

PASANGAN CALON PERSEORANGAN: ALTERNATIF PILIHAN?

oleh : Octian Anugeraha (Kepala Sub Bagian Hukum KPU Kota Surabaya) “Setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya. Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah daripada menyerah.” Adalah sebuah kutipan dari tulisan Pramoedya Ananta Toer (Lembaran Kebudayaan “Lentera” surat kabar Bintang Timur 17 November 1963) yang (mungkin bisa) menjadi penyulut semangat beberapa orang (untuk memberanikan diri) maju sebagai calon pemimpin suatu daerah. Jika rasa tidak takut maju itu dimiliki oleh sepasang orang saja (yang memenuhi syarat dan persyaratan) di tiap daerah, maka  minimnya pilihan kepala daerah pada lembaran surat suara tidak akan terjadi. Karena selain dari (gabungan) partai politik, bakal pasangan calon juga dapat didaftarkan dari unsur perseorangan dengan didukung oleh sejumlah penduduk yang terdaftar dalam Data Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu atau Pemilihan Terakhir.   Perbandingan Pasangan Calon dari Partai Politik dan Perseorangan Jika menoleh ke belakang pada pemilihan serentak tahun 2017, jumlah pendaftar adalah 337 pasangan calon, terdiri atas 247 (73 persen) dari partai politik dan 90 (27 persen) dari perseorangan. [1] Meskipun rentang selisihnya cukup jauh, tapi pendaftar melalui jalur perseorangan pada pemilihan tahun 2017 meningkat dibanding tahun 2015. Jumlah pendaftar dari jalur perseorangan pada pemilihan tahun 2015 adalah 167 pasangan calon yang tersebar di 94 daerah (dari 269 daerah yang menggelar pemilihan), sedangkan pendaftar pada tahun 2017 berjumlah 116 pasangan calon yang tersebar di 57 daerah (dari 101 daerah). Yang artinya, angka pendaftar jalur perseorangan pada pemilihan tahun 2017 naik 0,5% dibanding dua tahun sebelumnya.[2] Pada tahun 2017, Provinsi Banten menjadi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan pendaftar jalur perseorangan terbanyak, yaitu 4 pasangan calon. Berbeda dengan pemilihan pada beberapa provinsi lainnya, seperti Gorontalo yang hanya ada 1 pendaftar dari jalur perseorangan, serta Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Barat, dan Papua Barat yang sama sekali tidak ada pendaftar. Bahkan Pemilihan di DKI Jakarta yang ramai dengan hiruk pikuknya hanya menghantarkan satu pendaftar jalur perseorangan yang sudah dipastikan gagal memenuhi syarat dukungan.[3] Variasi Syarat Dukungan Pada pemilihan serentak pertama (2015) yang menjadi syarat dukungan adalah prosentase jumlah penduduk, bukan Data Pemilih Tetap (DPT). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang merupakan perubahan kedua Undang-Undang tentang Pemilihan ini telah menghilangkan ketentuan syarat dukungan berbasis jumlah penduduk, menjadi berbasis DPT terakhir yang menjadi pijakan hukum pada pemilihan tahun 2017.[4] Prosentase syarat minimal dukungan untuk pasangan calon perseorangan pun bervariasi berdasarkan jumlah penduduk yang terdaftar dalam DPT pada Pemilu atau Pemilihan Terakhir, juga harus tersebar di lebih dari 50% jumlah kabupaten/kota (Pilgub) atau kecamatan (Pilbub/Pilwali) Sebelum pemilihan serentak tahun 2015 dimulai, ketentuan terkait prosentase dan bentuk dukungan itu sudah dua kali berubah. Semula, melalui UU 1 Nomor 1 Tahun 2015, syarat dukungan paling sedikit adalah 6,5% dari jumlah penduduk untuk provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 jiwa, 5% jika lebih dari 2.000.000 sampai dengan 6.000.000, 4% jika lebih dari 6.000.000 sampai dengan 12.000.000, atau 3% jika lebih dari 12.000.000. Sedangkan di kabupaten/kota, dukungan minimal adalah 6,5% untuk jumlah penduduk sampai dengan 250.000 jiwa, 5% jika lebih dari 250.000 sampai dengan 500.000, 4% jika lebih dari 500.000 sampai dengan 1.000.000, atau 3% jika lebih dari 1.000.000. Kemudian prosentase syarat minimal dukungan itu diubah melalui UU Nomor 8 Tahun 2015, menjadi paling sedikit 10% dari jumlah penduduk untuk provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 jiwa, 8,5% jika lebih dari 2.000.000 sampai dengan 6.000.000, 7,5% jika lebih dari 6.000.000 sampai dengan 12.000.000, atau 6,5% jika lebih dari 12.000.000. Sedangkan di kabupaten/kota, dukungan paling sedikit adalah 10% dari jumlah penduduk sampai dengan 250.000 jiwa, 8,5% jika lebih dari 250.000 sampai dengan 500.000, 7,5% jika lebih dari 500.000 sampai dengan 1.000.000, atau 6,5% jika lebih dari 1.000.000. Ketentuan ini menjadi dasar hukum pelaksanaan pemilihan serentak jilid pertama. Menjelang pemilihan serentak kedua (2017) dimulai, ada perubahan obyek bentuk dukungan melalui UU Nomor 10 Tahun 2016, yaitu syarat dukungan adalah jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat dalam DPT pada pemilu atau pemilihan sebelumnya yang paling akhir, dengan ketentuan prosentase yang sama dengan regulasi sebelumnya (UU Nomor 8 Tahun 2016). Ketentuan itu (sebenarnya) menjadi lebih longgar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 melalui Putusan Nomor 54/PUU-XIV/2016 yang menyatakan bahwa pendukung tak harus terdaftar dalam DPT Pemilu/Pemilihan terakhir, sehingga penduduk yang telah memiliki hak pilih (termasuk orang yang saat pemungutan suara akan berusia 17 tahun) bisa memberi dukungan ke calon perseorangan.[5] Pada pilkada serentak jilid ketiga (2018), KPU sudah mengadopsi putusan MK tersebut melalui ketentuan pasal 11 ayat (3) pada Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2017. Teknis Dukungan Bentuk dukungan hanya bisa diberikan kepada 1 pasangan calon perseorangan, oleh pemilih yang berdomisili di daerah pemilihan tersebut serta tercantum dalam DPT terakhir dan/atau Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DPPP), dibuktikan dengan salinan KTP elektronik atau surat keterangan dari Dispendukcapil paling singkat 1 tahun. Selain salinan KTP elektronik atau surat keterangan (yang dikelompokkan berdasarkan wilayah kelurahan), pasangan calon perseorangan harus menyerahkan dokumen lain, seperti rekapitulasi jumlah dukungan dan surat pernyataan. Komposisi salinan identitas pendukung juga harus berurutan sebagaimana data dukungan. Dokumen dukungan yang diserahkan berjumlah 3 rangkap, yaitu 1 rangkap asli yang berfungsi sebagai alat verifikasi jumlah minimal dukungan, untuk selanjutnya diserahkan kepada PPS dan dilakukan verifikasi faktual, serta 2 rangkap salinan lainnya masing-masing untuk arsip KPU Provinsi/Kabupaten/Kota (sebagai penyelenggara pemilihan) dan arsip bakal pasangan calon (setelah memperoleh pengesahan KPU Provinsi/Kabupaten/Kota). Penutup Akhir November kemarin, tahapan penyerahan syarat dukungan telah usai (26 November 2017 untuk Pilgub, 29 November 2017 untuk Pilwali dan Pilbup). Faktanya “hanya” ada 177 pasangan calon yang mendaftar di 96 daerah (dari 171 daerah yang menggelar pemilihan), dan jumlah yang tidak banyak itu semakin berkurang setelah pada akhirnya hanya 133 berkas yang dianggap memenuhi persyaratan untuk diteliti administrasinya. [6] Entah karena syarat minimal dukungan yang terlalu tinggi, atau kurang berani mendaftar sebagai peserta pemilihan? Yang pasti, satu dari dua kalimat tanya itu bisa menjadi alternatif (pilihan) jawaban. *Disampaikan dalam Forum Diskusi Reboan oleh Octian Anugeraha pada September 2017 (materi powerpoint dapat diunduh di sini) [1] e-book Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015 dan 2017, hal 213, diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum [2] [3] http://arsip.rumahpemilu.org/in/read/11767/Perbandingan-Pendaftar-Perseorangan-Pilkada-2015-dan-2017.html [4] http://kpu-surabayakota.go.id/menyempurnakan-tahapan-pemilihan-bagian-i/ [5] harian Kompas, 3 Juli 2017, halaman 2, judul “KPU Minta Persiapan Pilkada Dipercepat”. [6] harian Kompas, 4 Desember 2017, halaman 2, judul “ Kilas Politik & Hukum”.

TINGKATKAN TRANSPARANSI INFORMASI DENGAN BIMTEK KEHUMASAN

HUPMAS, Surabaya – Dalam meningkatkan  publikasi dan informasi yang terbaik kepada masyarakat, terlebih dalam menyajikan setiap perkembangan maupun informasi mengenai pelaksanaan Pilkada serentak yang akan datang, Ketua KPU Jatim, Eko Sasmito menghimbau seluruh jajaran KPU Kab/kota se-Jawa Timur untuk lebih meningkatkan kinerjanya. Hal itu, yang disampaikan oleh Eko Sasmito ketika mengawali sambutannya dalam kegiatan bimbingan teknis (bimtek) kehumasan yang berlangsung di Hotel Ijen View, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Senin(4 /11/2017) Menurut pria yang akrab disapa Pak Sas ini, kehumasan tidak hanya sekedar sarana penyebarluasan informasi tetapi hubungan partisipasi masyarakat (hupmas) mempunyai posisi yang penting dalam menunjang kinerja penyebaran informasi tentang setiap kegiatan KPU di masing-masing daerah. “Melalui kegiatan bimbingan teknis ini, kita bisa lebih transparan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab kita,” ujar Ketua KPU Jatim tersebut. Tak hanya itu, dalam kegiatan yang dihadiri oleh 38 KPU kab/kota  se-Jatim ini, Eko Sasmito juga menghimbau seluruh staf atau operator kehumasan masing-masing KPU Kabupaten/Kota untuk terus up to date dalam menyajikan setiap perkembangan maupun informasi yang tengah terjadi di setiap wilayah khususnya mengenai Pilkada. “Berikan semua informasi yang ada mengenai Pilkada kepada masyarakat. Sebab, itu sudah menjadi tanggung jawab kita kepada masyarakat,” tegasnya. Selain menyampaikan informasi, Ketua KPU Surabaya periode 2009-2014 ini juga menyampaikan staf kehumasan juga diwajibkan untuk mempunyai seni, sekaligus tata cara berinteraksi yang baik dengan publik yang berasal dari berbagai latar belakang sosial, budaya, dan pendidikan yang beragam. “Tidak jarang KPU juga harus menghadapi suasana kritis. Menghadapi berbagai persoalan dari pihak eskternal, dan tanggung jawab penyelesaian suatu persoalan. Inilah yang harus dihadapi dan merupakan tugas, maupun fungsi kehumasan,” ungkap Ketua KPU Jatim tersebut. Sementara itu, di tempat yang sama, Ketua KPU Surabaya, Nur Syamsi menilai jika bimtek yang digelar oleh KPU Jatim kali ini, dinilai sangat penting untuk dijadikan suatu gagasan dalam mendukung kinerja KPU Surabaya. “Ini sangat bagus dan bisa kita jadikan acuan dalam menunjang kinerja KPU Surabaya,” ujar Ketua KPU Surabaya. Selain itu, kata Nur Syamsi, selain memberikan informasi kepada masyarakat, dirinya juga berencana untuk menghimbau setiap stafnya untuk lebih berinovasi dalam menjalankan setiap tugas dan tanggung jawab. “Selama ini sudah berjalan dengan baik. Untuk itu, kita akan berupaya untuk membangun setiap inovasi-inovasi dalam menyebarluaskan informasi kepada masyarakat,” ujar pria kelahiran asli  Lamongan ini. Dengan terselenggarnya bimtek ini, harapannya  semua akan lebih memahami  arti dan makna dari kehumasan dan yang terpenting dalam berkomunikasi itu harus bisa memberikan kesan yang baik. (aas/esar)

PPID KPU SURABAYA MELAYANI DAN MENYEDIAKAN INFORMASI SECARA TRANSPARAN

Hupmas, SURABAYA – Marsidik, salah satu anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), mengajukan permohonan informasi hasil perolehan suara Pemilihan Umum Tahun 2014, Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur Tahun 2013, dan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Surabaya Tahun 2015, Senin siang (04/12/2017). Ditemui langsung oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), Endang Sri Arti Rahayu, Marsidik menyampaikan maksud kedatangannya untuk mengajukan permohonan informasi tersebut yang nantinya digunakan sebagai materi diklat. Setelah menerima informasi yang dibutuhkan, pria kelahiran Surabaya itu pun menyampaikan terima kasih dan mengaku puas karena telah diterima serta dilayani dengan ramah. “Saya berharap bagian kehumasan tetap mempertahankan apa yang sudah ada saat ini, yaitu melayani informasi dengan transparan dan tidak mempersulit mendapatkan informasi yang diperlukan,” ungkap Marsidik. (azi/esar)

PENERIMAAN PERBAIKAN BERKAS ADMINISTRASI PARPOL BERAKHIR KEMARIN MALAM

Hupmas, SURABAYA – Tanggal 01 Desember 2017 merupakan batas terakhir penerimaan berkas perbaikan administrasi partai politik (parpol) calon peserta Pemilu 2019. Selama masa perbaikan yang dimulai sejak tanggal 18 November 2017 sampai dengan malam ini, 13 (tiga belas) parpol telah mendatangi KPU Surabaya untuk menyerahkan berkas perbaikan administrasi berupa salinan Kartu Tanda Anggota (KTA) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik. Ketiga belas parpol tersebut di antaranya adalah Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Demokrat (PD), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Berkarya, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kemarin malam (01/12/2017), Partai Golongan Karya (Golkar) menjadi parpol terakhir yang mendapat Tanda Terima (TT). Untuk mendapatkan TT, berkas administrasi yang diserahkan harus sesuai dengan data yang ada di Sistem Informasi Politik (Sipol). Selain Partai Golkar, 12 parpol lainnya seperti disebutkan di atas, juga telah mendapat TT dikarenakan berkas yang diserahkan telah memenuhi syarat dan sesuai dengan Sipol. “Kami berterima kasih kepada 13 parpol yang telah menyerahkan berkas sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sehingga masa penerimaan berkas perbaikan administrasi dari awal hingga akhir dapat berjalan lancar dan tidak ada hambatan,” terang Divisi Hukum, Purnomo Satriyo Pringgodigdo. Purnomo kemudian menambahkan bahwa tahapan selanjutnya yang akan dilakukan adalah penelitian administrasi hasil perbaikan pada tanggal 02 – 11 Desember 2017 yang kemudian dilanjutkan dengan verifikasi faktual hasil perbaikan pada tanggal 15 Desember 2017 hingga 04 Januari 2018. (azi/esar)

Berbagai Hiburan Tradisional Meriahkan Launching Tahapan Pilgub Jatim Tahun 2018

Hupmas, SURABAYA – Jajaran Komisioner beserta Sekretaris KPU Surabaya hadir menyemarakkan Peresmian Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur Tahun 2018 di JX International Convention Exhibition, Rabu malam (29/11/2017). Acara peresmian yang dimulai pada pukul 19.00 WIB itu dimeriahkan dan dibuka dengan seni budaya khas Jawa Timur yaitu pertunjukkan Reog Ponorogo. Tidak berhenti di situ, hiburan berlanjut dengan seni tarian tradisional, seperti Remo, Gandrung, Salepok, dan Geleng Ro’om yang tampil dengan atraktif. Eko Sasmito, Ketua KPU Jawa Timur, dalam sambutannya berharap Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur Tahun 2018 nantinya dapat berjalan sukses dan damai. “Sesuai dengan tagline yang diusung yakni “Guyub Rukun”, kami berharap Pilgub Jatim 2018 dapat menyimbolkan makna kebersamaan dan kerukunan,” ujar pria yang akrab disapa Pak Sas. Selain hiburan tradisional, dalam acara peresmian tersebut dilakukan penyerahan hadiah kepada pemenang lomba cipta mars, jingle, dan maskot Pilgub Jatim 2018. (azi/esar)

PPID Melayani Observasi Penelitian Tesis Mahasiswa Tata Kelola Pemilu FISIP Unair

Hupmas, SURABAYA – Berkesempatan menerima beasiswa untuk menempuh pendidikan pascasarjana merupakan sebuah anugerah tersendiri. Hal inilah yang kemudian disyukuri oleh salah satu staf Sub Bagian Program dan Data KPU Surabaya, Dian Cholifah Sari, penerima beasiswa pada Program Studi Magister Ilmu Politik Konsentrasi Tata Kelola Pemilu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya. Tidak terasa sejak menerima beasiswa pada tahun 2016, saat ini Dian sudah semester III dan berancang-ancang menyiapkan bahan tesis dengan melakukan observasi pengumpulan data untuk tugas akhirnya tersebut. Menemui bagian kehumasan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi), Endang Sri Arti Rahayu, Dian menyampaikan maksud kedatangannya Rabu sore, (29/11/2017). “Saya ingin meneliti dan mengkaji lebih komprehensif tentang audit dana kampanye Pilkada 2015 yang lalu,” ungkap Dian. Setelah mengisi formulir permohonan informasi sesuai dengan prosedur yang berlaku  dan menerima informasi yang dibutuhkan, perempuan kelahiran asli Surabaya ini menyampaikan harapannya. “Semoga dengan informasi yang saya peroleh ini bisa memudahkan penyusunan tesis,” jelas Dian. “Sehingga saya bisa segera lulus dan kembali bekerja di KPU Surabaya,” pungkasnya. (esar)